v Dimulai dari
keluarga
v Nilai-nilai
keluarga :
-
Cinta
-
Peduli
-
Kelembutan
-
Kebersamaan
-
Kenyamanan
-
Saling membantu
-
Persaudaraan
-
Perlindungan bersama
-
Patronase (yayasan)
-
Kepemimpinan (manajemen)
-
Tanggung jawab bersama (manajemen, dosen, mahasiswa)
-
Etika (tata krama)
-
Kurang birokrasi (yang informal)
-
Keamanan
-
Kerinduan rasa untuk bersama-sama
-
Toleransi
-
Rumah manis rumah
-
Kebahagiaan
v Prinsip belajar:
learning by doing, learing dengan berbagi dan belajar dengan melayani dalam kebersamaan
untuk mencapai tujuan bersama
v Motto : Maju
bersama, sejahtera bersama (masyarakat)
v Nabi :
Menyandang nama Umar-Usman, dua sahabat Rasulullah Muhammad SAW yang mempunyai
empat akhlak mulia: Shiddiq (benar) , tabligh (menyebarkan dengan cara mendidik),
amanah (dapat dipercaya), dan fathanah (dengan arif bijaksana)
v Bekerja dan
berusaha sekuat tenaga sebagai ibadah yang paling diharap adalah berkah Allah
v Alumni dan
almamater : tumbuh bersama
KONTEMPLASI:
Kemiskinan si kaya
Kaya tapi
miskin. Kebutuhan dasar hidup sudah terlampaui, bahkan berkelimpahan, tapi
mereka masih merasa miskin. Mereka masih merasa kurang, ingin punya “lebih”
dalam banyak hal. Sesungguhnyalah mereka bukan miskin harta, melainkan miskin
kebahagiaan dan atau ketentraman hidup.
The Poverty
of Affluence “Kemiskinan Si kaya” adalah judul buku karya Paul L Wachtel
penulis Amerika Serikat, tahun 1983. Buku ini merupakan potret psikologis dari
cara hidup di amerika. Diungkapkan, ekonomi Amerika yang berorientasi kepada
pertumbuhan, pemujaan individualisme dan keinginan tak henti untuk memilih
“lebih” dalam pekerjaan, hubungan dan lingkup kehidupan apapun ternyata tidak
membawa kepada kepuasaan.
Fenomena
hidup seperti itu menghinggapi kelas menengah Amerika dan dunia pada umumnya,
tak terkecuali Indonesia. Jumlah kelas menengah Indonesia tahun 2013 menurut
catatan pemerintah Indonesia mencapai 56,7 persen dari jumlah penduduk atau
sekitar 130 juta orang. Jika anda membelanjakan antara 2 sampai dengan 20 dolar
AS (sekitar Rp.20 ribu sampai Rp.200 ribu) perhari untuk kebutuhan hidup, anda
sudah termasuk kelas ini.
Miskin Spiritual
Dismaping
yang bersifat fisik, manusia punya kebutuhan spiritual. Mereka yang asyik
memburu kenikmatan fisik sering melupakan kebutuhan spiritual. Kelas menengah
Amerika dan Eropa Barat pada tahun 1970an gandrung mempelajari spiritualisme
dari Timur, khususnya India. Mereka sudah berkecukupan, tapi merasa kalah
bahagia dengan guru-guru spiritual yang tampak sederhana itu. Mereka miskin
secara spiritual.
Trend mempelajari
spiritualitas jufa meningkat dikalangan kelas menengah Indonesia, Bagi muslim
dan muslimat, mendirikan sholat, berdoa, berdzikir, berpuasa, membayar zakat
dan sedekah, menolong sesama, pergi haji dan umrah bisa menjai pilihan untuk
memenuhi kebutuhan spiritual menuju kedamaian batin.
Tapi
lagi-lagi karena bersifat massal dan masif beberapa kegiatan keagamaan telah
tumbuh menjadi industri juga, misalnya biro perjalanan haji dan umrah. Tak ada yang salah dengan ini, selama itu
dijalankan sebagai ibadah untuk meraih ridho Allah.
Kuncinya ada
padda niat untuk semata beribadah kepada Allah. Ini akan membebaskan manusia
dari ketidakpuasaan. Islam mengajarkan umatnya untuk hidup seimbang: kaya di
dunia dan di akhirat. Apapun, menjadi orang kaya lebih enak. Apalagi jika
seperti pepatah Jerman “Lieber reich und gesund als arm und krank” (lebih baik
kaya dan sehat daripada miskin dan sakit).
Hijrahnya
banyak pesoroh ke dalam kegiatan ibadah keagamaan dan sosial dengan mengubah
penampilan dan gaya hidup, saya pikir, sebagian juga karena mereka merasa tidak
terpuaskan hanya oleh capaian-capaian duniawi mereka. Semoga mereka berhasil
mendapatkan hidayah dan berkah.
0 komentar:
Posting Komentar